Kamis, 14 November 2024

¡Ola! ¿como estas?

The last past months has been too draining and i'm trying my hardest to keep my sanity in check.

Hope everything goes well on your side. Been dealing with personal stuff that even my close friends are not in the know, and it feels tiring and lonely. 

New office, new circle of friends, new projects, and picking up old projects where I left off.

I feel the wind blows from underneath as I falling head first to the ground. For the first time since long I feel like failing.

And there's nothing below that will break my fall.

I hope I left enough good things and made my presence matter. At least for my daughter to be proud of.

Oh well.

Cheerios.

Selasa, 28 Februari 2023

Catatan Kecil di Bulan ke 3 Tahun 2023

Ternyata udah selama itu gak nulis di sini. Gue inget dulu blog ini jadi temen gue ketika gak ada orang yang pengen gue ajak ngobrol kecuali diri gue sendiri. Yang akhirnya nulis-nulis buat diri gue sendiri. So, shall we do it once more?

Mulai dari mana ya.

Gue inget 2019 akhir adalah momen di mana gue pengen partways sama Pee Wee Gaskins, entah untuk momentarily atau for good. Entah hiatus atau permanen. Tapi waktu itu juga lagi bareng sama Dave Elkins (MAE) dateng ke Jakarta. Beberapa minggu sebelumnya  sepulang dari tour naik bus anak-anak melempar pertanyaan di sebuah podcast (Pee Wee Talks) apa yang bakal kami lakuin kalo Pee Wee Gaskins ngga ada, dan jawabannya lumayan exciting karena emang udah ngerasa rutinitas udah seperti pekerjaan. Gak ada waktu untuk self-develop, ngelakuin sesuatu yang akhirnya bisa dilakuin, dan mulai jengah playing setlist yang gak sepenuh hati dimainin. Tapi setelah dipikir-pikir ya jawaban itu keluar karena emang lagi capek aja perjalanan gak sampe-sampe dan kepala masih pengar.

Gak lama setelah itu akhirnya gue lempar pernyataan di grup bahwa taun depan adalah tahun terakhir yang niatnya mau bikin album terakhir, rangkaian last shows, dan akhirnya mencari jawaban dari "what is life without Pee Wee Gaskins" tentunya dengan tabungan cukup untuk memulai lagi.

Dan ngobrol-ngobrol personal sama Dave (Elkins) waktu itu bikin gue makin kuat pendiriannya bahwa untuk ngejawab keresahan hati, kadang lo harus ngerasa kehilangan dulu. Kalo ngga ngerasa kehilangan, berarti yang hilang adalah waktu. So why bother putting your heart where it's not supposed to be?




But then emang dasarnya hidup penuh komedi dan ironi, the pandemic happened. Bahkan album belum sempet jalan, tur belum kejadian, udah diduluin partways-nya. 

Setelah beberapa minggu (atau bulan?) #stayathome akhirnya kami mulai ngumpul lagi, bikin musik lagi, dan sparknya ada lagi. Rilis lah Summer Fling, and the next year ada Vaya Con Dios, Unsteady Feelings, dan Get Well Soon EP.

Kayanya bentar banget ya? Perasaan ngejalaninnya lama.

Oia di tahun itu gue juga coba re-activate Knurd. Yang akhirnya ngerilisin Metalican, Cubfires, dan jalanin medianya Knurd Club karena emang ternyata this is what keeps me going. Dan menyenangkan sekali ketemu temen-temen baru yang as passionate as I am bikin media independen biar ada tempat buat Pee Wee Gaskins dan supaya terus keep up sama apa yang lagi kejadian di luar "rumah". Kalo ditanya "why" jawabannya cuma "gue mau jadi orang yang gue butuhin waktu belasan taun lalu memulai apa yang gue mulai".

OK sampai sini dulu deh catatannya, next mau cerita project-project musik 2 tahun ke belakang.







Jumat, 26 Juni 2020

Regret/StaringToYourDeath

"fell in love with a girl
who would never love me back
never felt so lost, when there's no one there to share my grief

end this, or end my life"

Senin, 09 Maret 2020

Phases, places, and faces

Im not sure what my heart is trying to tell me anymore


You kept telling me it’s alright

That it’s only in my head

I’ve tried and i’m tired

But i’m not gonna stop trying

I’ve reached the point where if it’s not getting any better

I have to convince myself that we’ll get there

And if this flight is gonna be my last

Know that you were always in my thoughts

How can I be better if you keep saying I never changed

How can we live the moment when everything you do is looking to the past

How does it even relate

Havent we hit reset time and time again?

Isn’t this supposed to be fun?


In one single moment your whole life can turn around, I stand there for a minute staring straight into the ground.
Looking to the left slightly then looking back down the world feels like its caved in proper sorry frown. 

Senin, 24 Februari 2020

2020 What's Up Yo! (And a Bit of Story About 1 999)

Haha man, been so long I forgot I have this blog thing.

Udah hampir masuk bulan ke 3 nih di 2020 dan kayanya paling bener ngasih tau update aja deh (biasanya gitu ngga sih?)

Ok ok, apa dulu ya, hmm, yang jelas kayanya dari akhir tahun lalu kan gue udah ketemu publisher buat buku, dan gue akhirnya sudah selesai nulis, sekarang tinggal nunggu kontributor ilustrator untuk nambahin beberapa gambar supapa bukunya lebih menarik. Buku apa sih? haha ya nanti baca aja deh ya, semoga bukunya berguna buat kalian. Judulnya aja yang gue bocorin: Kata Dochi.

Gue juga mau bangkitin lagi brand yang waktu itu gue bangun, 1 999 (dibaca One Triple Nine) yang tadinya jadi passion project gue taun lalu untuk bikin brand sneakers karena waktu itu gue gemes kenapa tidak banyak brand lokal yang bisa keluar dari kenyamanan desain aman. Desain aman itu apa? Ya desain yang udah umum dan gampang diterima: kalo ngga seperti Vans, ya seperti Converse. Padahal referensi di luar brand itu masih banyak lagi. Ternyata gak sesimpel itu. Bukan karena tidak kreatif, tapi banyak hal yang membatasi kreativitas orang-orang yang memulai brand sepatu. Contohnya, susahnya dapet tempat produksi yang cocok dan bisa memfasilitasi lo membuat sepatu yang bener-bener sesuai imajinasi lo. Home industry atau bisa dibilang "bengkel" sepatu ini kebanyakan main KW. Bahkan sekelas pabrik besar aja bisa bikin 5000 pair Vans / Converse KW dan itu marketnya udah jelas. Gue dapet bisikan bahwa ada salah satu pabrik KW yang kalo lo mau ke situ harus masuk-masuk jalan kecil, tapi tempat produksinya gede bgt dan bisa bikin sampe ribuan pair perbulan. Mereka ini gak menjual langsung barangnya direct ke customer, tapi langsung kirim ke gudang mereka di pelabuhan (Tj Priok) dan nanti distributor ngambil di situ. Gak banyak yang tau ini supply-nya dari produsen KW di Tangerang, mereka taunya itu barang black market dari luar negri (secara gudangnya ada di pelabuhan).

Vans KW
Vans KW Super


Anyway, kenapa gue bahas ke situ? Karena bersangkutan sama tadi yang gue bilang gak sesimpel itu untuk bikin sepatu di pabrik atau bengkel yang biasa bikin KW. Kenapa? Ya mereka udah aman kok bisnisnya bikin KW, ngapain develop dan bikin pola baru ngebuka diri untuk brand lokal yang paling kapasitas modal produksi beberapa lusin saja. Itulah kenapa ada kalanya muncul beberapa brand yang memakai siluet Vans dan menambahkan detail stripes yang berbeda (baca: petir). Ini adalah peluang. Akhirnya bisa bikin sepatu, walaupun tidak bisa modif banyak. Tapi seiring waktu akhirnya bisa develop karena aset modalnya bertambah seiring penjualan yang bagus juga. Lalu muncul beberapa bengkel baru yang mau membuka diri dan terjamah pemilik brand. Gue memulai 1 999 dan mencoba bikin shape yang lebih fresh dengan nama SAGA. Dimana tiap SAGA adalah penambahan atau penyempurnaan dari SAGA sebelumnya (akhirnya ada 3 SAGA selama 4 bulan berjalan). Tapi gue masih belum puas. Karena gue masih belum bisa develop langsung di tempatnya, komunikasi langsung sama pembuat polanya, dan ternyata pola yang dibikin itu gak 100% bikin baru, misalnya bagian belakangnya itu masih pake pola Vans Oldskool (ini yang akhirnya bikin gue sempet ilang interes lagi nerusin SAGA). Oia lo mungkin bertanya, kenapa gue gak bikin sepatu ini under brand gue yang udah jelas ada reputasinya, Sunday Sunday Co? Karena gue gak mau focus gue shifting ke sini. Gue masih belajar di sini, walaupun beberapa kali gue kolaborasi sama beberapa merk sepatu dengan Sunday Sunday Co (Superga, FYC, Saint Barkley) tapi gue gak 100% bikin produknya, cuma ganti iterasi warna dan penambahan logo.

Saint Barkley Sunday Sunday Co

FYC Sunday Sunday Co

Superga Sunday Sunday Co


Gue gak mau kalo 1 999 ini fail lalu berdampak buruk ke Sunday Sunday Co yang visi misinya + identity udah jelas. Proses belajar gue merambah ke brand yang mempercayakan gue membuat siluet baru dan develop intim dengan tim produksinya, keluarlah Sadega Runner bareng League dan GMX Sadega Dochi bareng Geoff Max.

Sadega Runner by League

Geoff Max Sadega

Geoff Max Sadega Pop

Lalu gue berjodoh dengan salah satu pabrik di Tangerang yang gue bisa tongkrongin dan ngobrol bareng owner dan tukang polanya. Hasil share penjualan League dan Geoff gue masukin ke sini dan gue terusin misi gue mengembangkan sepatu gue sendiri, 1 999.

Gue nulis post ini di lantai 3 pabrik sepatu di Tangerang sambik nunggu pak Cucu (pembuat pola & head production) bikin sample untuk seri ke tiga untuk 1 999. Yep. udah ada 3. Termasuk penyempurnaan dari SAGA yang akan gue rebranding jadi 5464.

Saga dengan bahan Corduroy 

Saga dengan bahan Suede

Semua nama artikelnya adalah kombinasi angka yang punya arti tersendiri. Ada juga 754, yang adalah kode telfon untuk area Cinere, tempat gue dibesarkan, rumah orang tua gue, tempat gue banyak menyerap ilmu dari pergaulan dan internet yang gue akses dari sana.

Kenapa 1 999? Sesimpel gue suka angka, dan pengen punya brand yang angka semua, dan gue suka era akhir 90an - 2000an awal, dari musik, lifestyle, dan tren yang berasal dari era itu. Kenapa one triple nine? Karena nineteen ninety nine sudah terdaftar brand lain dan gue masih bisa secure "one triple nine". And it's simpler that way.

Will launch the first articles this March.

Minggu, 02 Juni 2019

Update! Update!

Hello, hi again, Dochi di sini. Gosh, udah lama juga ya gak nulis jadi gak tau mesti dari mana haha. Beberapa hari yang lalu gue tweet
And it really got me thinking, apa yang bikin gue sekarang kaya gak tau mau ngomongin apa? Is it because i'm getting old? or is it because I just ran out of things to say? or.. I just forgot how to talk?

I think i'm gonna start using Twitter more to keep up.

Here's a few highlights.


Gue bikin line baru dari 1 999 (One Triple Nine). Bagian dari brand identity 1 999. I thought while I'm selling it at a slightly high price, eventhough I need the revenue for brand development, I wanted to give something back. So, there's this thing about Positive Mentality that I really don't want to make a big deal out of it. Setiap produksian Positive Mentality gue bikin extra 1. Misal gue bikin 100, gue bikin extra 100. Kemana itu larinya? Have you ever heard about "buy one give one"? itu yang gue mau lakuin di sini, sebagian profit dari Positive Mentality dipake untuk produksi ke orang yang butuh mantra positif untuk terus jalanin hidup seberat apapun. Dan gak perlu nunggu kejual satu baru kasih satu, semua udah di inves di depan. Laku gak laku batchnya udah dikirim ke panti asuhan, korban bencana, pekerja sosial, dll. I know the name "Positive Mentality" is so cheesy, kaya lo mau jual apel dan lo branding "apple" but I like things the way it is. It's a mantra. Didn't want to make it a marketing strategy so i'm keeping it lowkey. But now that you're reading this so now you know.

Sementara itu, produksi SAGA III sebentar lagi jalan abis lebaran. Ada beberapa ugrade dan mau bikin versi laceless (slip on tapi gak slip on kaya kebanyakan). Dari awal 1 999 dibikin untuk challenge diri gue bisa ngga bikin sepatu yang siluetnya gak gitu gitu aja (Vans-ish, Converse-ish). Selain 1 999 gue juga lagi jalan bareng beberapa brand sneakers dan bikin siluet baru untuk setiap produknya, jadi bukan kolaborasi ganti warna atau bahan dari desain yang udah ada, tapi duduk bareng mereka bikin bentuk baru, salah satunya ini, Sadega Runners, hasil kolaborasi gue dengan League yang rencananya akan mulai di jual di bulan November.



Kalian bisa pre-order sepatu ini di www.bit.ly/SadegaPO karena cuma diproduksi terbatas. Selain dengan League ada juga sama Geoff Max, Brodo, dan Saint Barkley.

Gimana Pee Wee Gaskins? Kami udah selesai produksi album baru. Ada mas Erix Soekamti jadi produser di album ini. Kami pengen coba sesuatu yang baru. Dari 12 lagu yang di dalamnya ada 7 lagu yang kami workshop bareng-bareng. Aransemen bareng, bikin notasi bareng, supaya ada warna baru di lagu kami. Dan untuk lirik akhirnya gue tulis 100% dalam waktu yang cukup singkat (2 hari di pulau + seminggu sebelum take vokal) tentunya dibantu anak-anak juga. Bener-bener gak sabar memperdengarkan lagunya ke orang-orang, most of the songs are personal songs dealing about relationship, ada yang tentang alam, hubungan ayah dan anak, sosial, dan pertemanan. Kami namain album ini Mixed Feelings. Bulan Juli rilis digital dan fisiknya menyusul dalam bentuk box set. Udah denger 2 single yang rilis? Berikut linknya.



Lalu band lama gue, The Sideproject juga mau rilis single baru hehe. Nanti denger juga ya kalau udah rilis. Rencananya kami main di Synchronize Fest tahun ini, jadi sekalian masuk studio juga dan bikin rilisan yang isinya lagu-lagu lama yang pernah kita publish tapi direkam ulang.

Also, last but not least, being a father is the best feelings. I am truly grateful ada Anila di hidup gue and I can't thank my wife enough for that. She's our little sweet bundle of joy.





Saat ini ditulis Anila umurnya 2 tahun 1 bulan. Gue pernah interview dia waktu dia 1 tahun 5 bulan, ini rekamannya:

Sekarang sih udah lebih bawel lagi ya haha. Banyak yang nanya kenapa Anila lancar banget ngomongnya, mungkin karena dia gak kami kasih gadget sampai lebih dari setahun (akhirnya nyerah karena dikasih nonton youtube kalo dia lagi susah makan) tapi kami berusaha untuk gak pegang gadget deket dia, gak kasih nonton tv, dan dibiasain baca buku, karena kalau dengan gadget itu komunikasi 1 arah, dia cuma bisa denger dan lihat dan gak bisa respon. Kalau ada gadget tergeletak di meja juga dia gak tertarik untuk ambil dan mainin.

Anyway, ini nulisnya dari sebelum saur, sampe saur, dan sekarang baru aja azan subuh, udahan dulu ya updatenya, nanti kapan-kapan nulis lagi. Ada request mau bahas apa? Leave a comment below.







Sabtu, 21 April 2018

Catatan siang

Udah lama banget ngga nulis, dan karena bingung mau cerita apa yaudah bikin update aja deh ya.

Jadi, sejak beberapa bulan ke belakang setelah aktif lagi karena Anila udah mulai bisa ditinggal sama ibunya gue ketemu orang-orang lagi, loh emangnya sebelumnya ngga ketemu orang? emangnya tinggal di hutan? bukan, bukan begitu, maksudnya mulai ketemu orang yang ada hubungannya sama kerjaan. Dan rata-rata pertayaan pertama mereka "Pee Wee masih manggung? ko ngga kedengeran" wah, rasanya kalau denger pertanyaan kaya gitu gemes, kesannya band yang udah terbentuk dari 11 taun lalu itu hilang di telan bumi. Padahal kita masih manggung kok, at least once a week. Or every two weeks kalo lagi sepi. Tapi emang sih sekarang udah pada punya kesibukan diluar Pee Wee, jadi mungkin itu yang bikin kita masih kerasa nyaman, karena ini udah bukan jadi sumber penghasilan utama seperti 5-10 taun yang lalu. Kami semua udah berkeluarga, dan yang belum juga sedang mempersiapkan untuk membangun keluarga. Agak terasa bukan jadi priority sekarang, hobi yang akhirnya jadi pekerjaan sedikit demi sedikit lama lama berasa hanya menjadi kegiatan mengisi waktu senggang supaya ngga stress. Tapi memang tujuan awalnya untuk itu kan? Ah, band ini harus balik jadi hobi lagi. Lalu muncul pertanyaan di kepala gue, apa sih patokan band itu masih apa engga? Main di TV? Main di acara gede? Gede di social media? Semua milestone itu udah pernah kami achieve, dan celakanya malah bikin kami duduk nyaman reminiscing our past achiements lalu lupa perjalanan masih panjang, lupa sekarang kami duduk nyaman di sini karena apa. Sehingga ketika api ini tak bergelora seperti dulu orangpun berhenti merasakan kehadiran kami. Pee Wee Gaskins masih ada?

Gue mulai buka buka contacts lama, berhubungan kembali dengan orang-orang. Merangsang gairah yang dulu pernah ada. Dan ternyata gue gak sendiri. Semua menunggu api itu menjadi besar lagi. Yang dibutuhkan adalah bensin. Setelah banyak ngobrol-ngobrol sm mas Mano yang juga ngurusin brand-nya anak-anak, gue bilang ke dia kalo gue butuh tandem untuk datengin pintu-pintu yang menunggu diketuk. Mas Manopun akhirnya masuk ke manajemen PWG. The fire started to lit.  Bersenjatakan rilisan terakhir "Fluktuasi Glukosa" dan analytics dari social media PWG kami mulai ketuk ke banyak pintu. Pintu yang akhirnya ngebukain PWG kerja bareng Puma, pintu yang ngebukain PWG main di 3 acara penting tahun ini (can't wait to announce this! Salah satu udah announced - Soundrenaline Bali bulan September), duduk bareng Dorks bikin peta kegiatan bareng, dan dengan label kami, Universal Music Indonesia, kami jadi lebih sering komunikasi dan ketemu, dan akhirnya bakal ada project-project seru di depan!

Selasa depan Pee Wee Gaskins shoot vklip Hero Kita, yang bakal jadi soundtrack Boboiboy, ini buat bales pertanyaan "ko udah ga pernah di TV?" hehe nanti ini bakal nongol tiap hari my friend. Sampai sini dulu updatenya, nanti sambung lagi.

In the mean time, spread the fire.

Sabtu, 20 Januari 2018

Fluktuasi Glukosa

Waktu pertama kali dapet mandat Fluktuasi Glukosa mau diremake PWG rasanya mixed feelings. Lagu itu ibarat anak, bisa jadi posesif kalau mau di pegang orang lain. Tapi udah lama kebayang aransemen full bandnya, dan yang paling pas ya PWG yang remake. Lagu ini sangat personal buat gue, diambil dari EP Analogi Logika yang kurang lebih bercerita tentang hubungan gue sama seseorang yang ngga perlu dijelaskan siapa. Walaupun sekarang udah ngga ada perasaan apa-apa karena cerita dan kenangannya berakhir di Analogi Logika.


Analogi Logika berisi 5 lagu yang kalau didengar secara repeat siklusnya akan nyambung terus. Fluktuasi Glukosa adalah lagu ke 4, tepat sebelum Yang Terakhir, dan repeat lagi ke lagu pertama Dalam Kelam. Sedih ngga sih?



Di post ini gue akan lebih bercerita tentang Fluktuasi Glukosa, terutama tentang videoklipnya yang baru.

Banyak sekali yang komen kalau lebih suka versi gue yang dibikin di Jepang. Well, kalau lebih suka video itu tetep bisa diliat ulang kok. Tapi lagunya udah di remake jadi bernuansa beda, masa videoklipnya mau disamain ceritanya?



Udah lama banget pengen kolaborasi sama Harris Syn, pertama kali kerja bareng dia adalah bikin lookbook Sunday Sunday Co. Akhirnya kita duduk bareng lagi ngomongin videoklip. Gue suka banget sama presentasinya. Ide cerita, kosep, dll suka banget. Tadinya mau dibikin di Bromo. Tapi karena waktu dan dana akhirnya jadinya di Bandung. Modelnya adalah Agnes (videoklip Berbagi Cerita) dan Martin Praja. Sebenernya banyak scene penting yang ilang karena pas lagi take hujan deras, tapi gue puas sama hasil akhirnya.

Ide awalnya gini: sepasang kekasih berencana mendaki gunung bersama, tapi ternyata cewenya divonis sakit dan lalu meninggal, setelah meninggal cowonya menyelesaikan rencana mereka,  kehadiran cewenya seperti  selalu ada di dekat cowonya, dan diakhir klip si cowo membuang abu cewenya, jadi sebenernya perginya dari awal sendiri.



Beberapa scene hilang malah membebaskan penonton untuk berimajinasi dan menginterpretasikan klip ini menurut kepercayaannya masing-masing. Gue mau kasih liat beberapa poin yang mungkin terlewat oleh pemirsa:

Adegan dibuka dengan si cowo mendaki sendirian, nah dari situ sebenernya udah dibocorin tuh tapi masih belum pada sadar pasti pemirsa.


Di menit 1:04 cewenya ada di sebelahnya, di menit 3:26 cowonya duduk sendiri megang sesuatu. Orang yang dibelakangnya sama, cuma posisinya berubah, ya kan perjalanannya jauh mau ke gunung.

Liat deh orang yang dilingkarin, ya begitu kan kira-kira ekspresi orang yang liat ada orang lari-larian sendiri ketawa-ketawa?

Seperti yang sebelumnya udah diterangkan, perjalanan ini sebenernya cuma si cowo doang, tapi...

Ini saat si cewe ngasih tau kalau ternyata dia mengidap penyakit kronis dan umurnya udah ngga panjang, tapi dia pengen banget naik gunung bareng si cowo, dan di sela kesedihannya dia bilang "kalau aku udah ngga ada pasti kamu sama cewe lain kan bang.."
lalu kata si abang:
"Ya ngga lah sayang jangan ngomong gitu dong aku kan masih ada di sini buat kamu, kita nanti naik gunung bareng ya" walaupun sebenernya si cowo tau kalo ngga bisa tapi dia cuma mau menenangkan si cewe, karena sebenernya..



lalu apa maksud adegan ini?  Di sini ceritanya si cowo udah mulai sadar dan mau move on dari cewenya, tapi hantu si cewe ga terima, jadi ditabrak deh biar dia sadar akan kehadirannya.

bye.


Kudos to Thefreakyteppy.








Selasa, 26 September 2017

Pasca Anila

4 bulan berlalu sejak Nina lahir di dunia, punya anak perempuan udah jadi keinginan gue dari lama, dan dengan jalan hidup yang gue siapkan pula. Maksudnya gimana?

Gini.

Gue lahir di Jogja tapi pindah ke Jakarta dari gue seumur jagung. Lupa tepatnya umur berapa yang pasti dari TK gue udah di Jakarta. Haha. Ayah dan Ibu semangat sekali bekerja, menyiapkan bekal untuk gue kelak. Tentu saja ada yang perlu dibayar; waktu. Gue gak mengeluh sih, tapi ya denger cerita sih dulu sering ngambek juga ditinggal kerja pas lagi kangen-kangennya. Pernah suatu hari gue ngumpetin kunci mobil supaya mereka gak bisa pergi, dan gue pura-pura tidur. Tapi ternyata mereka tetep pergi, karena punya kunci cadangan. Hahah. Cara mereka “membayar” adalah dengan bawa oleh-oleh, sehingga jadi kebiasaan. Setiap mereka pulang gue semangat menyambut sambil nodong oleh-oleh.

Hiburan gue TV, dan video VHS. Di rumah sama pembantu, dan pembantu suka ngunci gue di rumah dan membiarkan gue nonton tv, sementara dia main sama pembantu tetangga. Tapi gue tetep disiapin makanan kok. Rutinitas itu yang membuat gue punya “temen”. Nanny bule yang nemenin gue di rumah sampe gue SD. Namanya Jessica. Dia ngomongnya pake bahasa Inggris. Dia yang bikin gue bisa bahasa Inggris tanpa les, bahkan sebelum gue belajar bahasa Inggris di sekolah, and this is the best part: she ain’t real.

Gedean dikit, gue main sama temen-temen komplek. Gue sama kk gue beda 5 taun, dan gue juga bergaul sama anak seangkatan kk gue di komplek. Tentunya uang jajan mereka pasti lebih banyak dari gue. Waktu itu ada tukang es krim lewat dan gue mau jajan tapi ga punya uang, dan waktu itu ada temennya kk gue lagi main ke rumah, gue tau dia pasti bawa uang jajan karena baru saja pulang sekolah dan masih pake seragam. Ya, dia juga anak yang orang tuanya bekerja jadi anak-anak suka main ke rumah biar pada ngumpul dan ngga kesepian, dan waktu itu Ayah baru beli Sega buat kami, rumah kami jadi basecamp anak-anak komplek. Anyway, yes gue mau es krim tapi ngga punya uang, dan kk gue pelit banget udah pasti gue ga akan dikasih kalau minta. Jadi gue ke halaman belakang dan ambil salah satu batu warna putih yang ada di belakang. Lalu gue mulai pitching ke temen kk gue.

Gue: “Mas, Ayah kemaren dapet oleh-oleh dari temennya, mau lihat ngga?”
Mas Dion: “mana liat dong”
Gue: “tapi ini rahasia, kalau pada tau nanti pada minta”
Mas Dion: “mau dong liat”
Gue: “ini ada batu dari bulan, warnanya putih, mau pegang ngga?”
Mas Dion: “ah masa, mau dooong pegang”
Gue: “boleh tapi beliin es krim ya”

That’s my first business pitch.

Growing up, I never realized what my passion was, one thing I did know was that I always have a heart for music. Everywhere we go we always listen to the music our Dad play on the car audio. He bought me a set of mini drums and that was my first introduction to musical intruments.

Family means everything to me. It shaped me to the person I am now. Tapi gue gak mau lakuin apa yang orang tua gue lakuin, gue harus punya solusi agar waktu gue bisa lebih banyak di rumah tapi tetap bisa kerja. Keputusan gue masuk IPS di SMA yang membuka jalan lagi buat gue: kewirausahaan.

Long story short gue mengorbankan kesempatan bekerja normal dengan gaji konstan dengan segala apa yang gue punya. Yang akhirnya menjadikan gue seorang “musisi pedagang”.

Beruntung sekali saat semua sudah pada jalannya, Anila lahir.

Kalau lo baca di post-post sebelumnya, lo akan baca usaha gue untuk selalu hadir buat Nina. Semoga tidak ada yang terlewat.

Semua belajar.

Ganti popok, mandiin, gendong, gimana kalau dia nangis, kenapa dia nangis, kenapa bangun, kenapa kurang tidur, kenapa nangisnya teriak-teriak, apa itu kolik, gimana kalau susunya Tasya ngga keluar, semua dilewatin dan harus tetep sabar, karena punya anak bayi itu ngga gampang (belum ngerasain punya anak kecil, atau anak gede).

Mungkin akan nulis lebih detail lagi tentang pengalaman sama Nina, di post selanjutnya.

Hanya untuk bahan pikiran kali ini, semua orang tua sayang sama anaknya dengan caranya sendiri, we should love them the same: with all our heart.

Sehat terus ya, Nina.



Minggu, 11 Juni 2017

Looking back: Sebelum Anila (Part 3)

Tasya si penakut yang pemberani.

Thank God awal kehamilan Tasya ngga ngerasain morning sickness bahkan ngga pernah muntah, dan saking takutnya ngga bisa lahir normal atau periniumnya mesti digunting dia rajin sekali jalan pagi dan yoga. Untuk yoga ada beberapa gerakan yang gue mesti bantuin, untuk lebih jelasnya gue rekomen ke Nujuhbulan. 

Gue ngga tau kalo orang lain gimana tapi selama kehamilan, Tasya berubah jadi orang yang amat sangat cemburuan, like parah, I don't know if its hormonal but we fought a lot, dan ya, tried my best not to argue. Contoh beberapa hal yang membuat berantem yang rasanya ampe mau ditalak:

- komen ke instagram cewe cantik walaupun itu temen gue (karena ini kami ngga saling follow di instagram, baru setelah Anila lahiran saling follow lagi)
- bahas masalah yang sudah lama lewat yang melibatkan mantan
- minjemin barang ke mantan yang kebetulan lagi butuh barang tsb

Pernah kami berantem sampe dia berkemas koper dan masukin passport. mo kmana bu? Hihi 

Waduh, rasanya kalo berantem tuh kaya kaki di kepala dan kepala di kaki. Sampe at some point dia gak percayain gue untuk ada di ruangan saat dia menjalani prosesi persalinan. Karena itu, dia minta adanya Doula. Apa itu Doula? Gue juga baru tau, ternyata Doula itu dari bahasa Yunani artinya "hamba wanita," kalau menurut bahasa Inggris:

a woman who is trained to assist another woman during childbirth and who may provide support to the family after the baby is born.

Dan kebetulan Nujuhbulan juga menyediakan fasilitas ini sepaket sama kelas Child Birth Education. Di sini kami kenalan sama Mba Sinta & Mba Imu. Gue ngga terlalu peduliin dia bilang nanti gue ngga boleh ada di samping dia waktu lahiran, yang penting dia tenang dan bisa lewati semua prosesnya. Setiap ada cekcok, ngalah terus pokoknya. Ego gue bener-bener gue bungkus koran dan dilempar keluar jendela mobil di Bantar Gebang. Apa itu pride? Udah di un-install dari system. Yang penting Tasya sehat, mentally and physically.

Doula juga membantu kami bikin birthplan, yang isinya termasuk mau lahiran di mana, dokternya siapa, normal atau cesar, mau menggunakan painkiller apa ngga, nanti di ruang observasi siapa aja yang boleh di dalam, di ruang bersalin siapa aja, request apa saja nanti, siapa yang potong tali pusar, dll. Dan nama gue selalu ada di situ sih hehe. Tentunya bukan sebagai dokter pilihannya.

1 Mei 2017
Di HP gue udah siap aplikasi penghitung jarak kontraksi, dan ketika jaraknya udah per 10 menit dan konstan, akhirnya kami langsung berangkat ke KMC (Kemang Medical Care) bawa koper yang udah disiapin di dalam mobil. Perjalanan dari Bintaro ke Kemang: 1 jam.
Sampe sana jam 10 pagi Tasya cek CTG (rekam jantung) dan ternyata masih kontraksi palsu, belum ada pembukaan. Disuruh balik 3 jam lagi. Karena mager balik lagi ke Bintaro akhirnya kami stay di rumah tante gue di Jl. Cipaku, 15 menit lah dari KMC. Di situ deket banyak tempat makan kesukaan Tasya. Jadi lumayan lah staycation di sana.
Jam 14.00 periksa CTG lagi daaan pembukaan 2! Dikasih pilihan mau stay di RS atau balik, kami pilih balik ke Cipaku. Udah semakin dekat nih dan di pikiran Tasya udah bukan takut lagi tapi pengen cepet-cepet anaknya keluar dan ketemu. Yoga lagi biar lancar. Jam 17.00 balik ke KMC dan naik ke pembukaan 4. Tasya pindah ke ruang observasi dan kami panggil Mba Sinta Doula ke lokasi.
Jam 19.00 kontraksinya udah mulai sakit, Ibunya Tasya dateng nemenin. Gue juga di situ terus. Hari itu gue dan Tasya ngga tidur, ngelewatin bukaan demi bukaan. 

2 Mei 2017
One sleepless night. Tasya sempet tidur ayam sejam dua jam. Gue ngga bisa tidur sama sekali. Hari ini Anila 40 minggu 5 hari di dalam perut. Betah banget dia ya. Dokter memperkirakan jam 4 sore lahir. Tapi jam 4 itu masih bukaan 7.
Di sini Ibunya Tasya kasih semua emotional support yang bisa diberikan, rasanya kaya liat Tasya minta ijin ke Ibunya untuk melahirkan. Minta maaf, minta restu.

 
 

Cri. Bukaan 8 tapi kontraksinya mulai renggang lagi, berkali-kali dia bilang kalau dia udah ngga kuat lagi, antara minta cesar atau ngga kuat mau die.. tapi kita terus semangatin dia, Tasya kuat! Dokter usul untuk pecahin ketuban. Tasya udah ngga nanya sakit apa ngga, akhirnya ketuban dipecahin, ngga lama naik bukaan 9.

 

Jam 18.00 bukaannya ngga nambah, dokter suggest untuk akselerasi, kalau di bukaan awal namanya induksi, and guess what? Diinfus. Tasya si penakut yang takut banget diinfus, yang memilih lahiran normal karena takut diinfus kalau cesar, mengijinkan badannya diinfus demi bayinya.

 

Ini gue kipasin karena setiap kontraksi dia kepanasan. Dan setiap abis kontraksi langsung kedinginan.

 

Waktu kepala Anila mulai keliatan gue pindah posisi, dari samping Tasya jadi pas di depan selangkangannya. Posisi gue digantikan sama Ibunya.

 

18.25 Anila lahir dan langsung gue azanin sambil nangis. Bahagia sekali rasanya lihat dia. 

 

Setelah begadang akhirnya ketemu juga sama Anila. Ibu dan Ayah gue baru aja dateng dari Semarang abis ada kawinan sodara, akhirnya bisa dateng juga di hari H. Gue potong tali pusatnya Anila. 



Beautiful baby. Anila Kamaishtara Décca -- artinya angin sejuk pembawa cinta setinggi bintang. Lahir dengan berat 2,89kg dan panjang 48cm, hari Selasa 2 Mei 2017.

 

Support system. Mba Sinta & Mba Imu (Nujuhbulan), Dr. Achmad Meidiana, Ibu, Ibu, Syifa.




Jadi dia mirip siapa?


Langsung masuk berita 😂

End of part 3 - fin.